Rabu, 17 Juni 2015

Regulasi dan Etika Media Sosial ( Kejahatan Prostitusi Via Online Merusak Moral Bangsa)

Zaman  modernisasi saat ini merupakan masa peradaban manusia kedalam zaman praktis, dimana setiap kegiatan dan keperluan manusia sehari-hari hanya dengan menggunakan sebuah sistem mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Tak terkecuali dengan perkembangan sosial media dan jejaring sosial, semua kebutuhan Jasmani maupun rohani dapat diperoleh dari jejaring sosial. Media sosial bukanlah yang sesuatu yang tabu lagi bagi masyarakat saat ini, bahkan skarang bisa dikata media sosial sudah menjadi kebutuhan, setiap orang pasti mempergunakan media soasial. Banyak sisi positif dari penggunaan media sosial tetapi banyak  juga sisi negatif yang yang ditimbulkan.

Sehingga tidak sedikit masyarakat yang menjadikan sosial media untuk sesuatu yang bersifat negatif dan bahkan merusak generasi bangsa, mulai dari penipuan, pelecehan seksual, kejahatan terhadap anak dan perempuan, pencemaran nama baik dan bahkan kejahatan yang sampai menghilangkan nyawa seseorang bisa dengan mudahnya bermulai dari sebuah Jejaring sosial.

Namun saat ini di Indonesia sendiri belum ada aturan dan UU yang mengatur lebih menjauh terhadap salahnya penggunaaan jejaring sosial di Indonesia. Seperti kasus adanya kasus prostitusi via Online yang sampai saat ini tidak henti-hentinya marak di lingkungan masyarakat. Seperti yang dilansirkan dalam Liputan6.com tanggal 28 Mei 2015 terkait penyelidikan Polisi terkait prostitusi artis inisial RA dengan menjajakan jasa seks kepada kliennya sebesar Rp 80 Juta. Selanjutnya tanggal 07 Juli 2015 dilansir pada Liputan6.com dimana polisi membekuk Mucikari prostitusi online.

Namun yang sangat disayangkan  prostitusi online tidak bisa dikenakan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), melainkan cukup menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).            Seperti yang dilansir dalam HukumOnline.com tanggal 17 Juni 2015 dimana UU ITE tidak pernah mengatur khusus prostitusi online, karena pada prinsipnya prostitusi baik online maupun offline adalah tidak jauh berbeda, yang menjadi pembeda dengan hanya dari sisi pemanfaatan atau penggunaan internet sebagai sarana kejahatan atau pelanggaran. Dengan demikian, sebagai delik konvensional, prostitusi online cukup diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait.

            Peraturan mengenai prostitusi online secara spesifik tidak ada, namun dalam menjerat pelaku prostitusi online bisa menggunakan pasal 296 KUHP (delik umum), dan dapat ditambahkan pemberatan dengan penggunaan UU Perlindungan Anak jika pelaku terindikasi mengeksploitasi anak, atau bahkan dapat menggunakan UU Tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jika terindikasi sebagai jaringan jual beli manusia (human traficking). 

Kejahatan Prostitusi secara umum diatur dalam Buku II KUH Pidana Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Buku III KUH Pidana Bab II tentang Pelanggaran Ketertiban Umum. Adapun penjelasan mengenai Tindak Pidana tentang Prostitusi yang terdapat dalam KUHP:
a.       Pasal 296 Buku II KUH Pidana tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.
b.       Pasal 506 Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang berbunyi: “Barang siapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Pada dasarnya peraturan perundang-undangan tersebut sudah cukup mengatur prostitusi online di Indonesia. Hanya saja, kurangnya penegakan hukum  dan Sumber daya Aparat penegak hukum tersebut membuat bisnis prostitusi online di Indonesia sangat marak. Oleh karena itu sangat diharapkan  peran  pemerintah  dengan cara melakukan cyber patrol yang rutin terhadap konten yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Semakin marak dan semakin banyaknya bisnis prostitusi online, tentunya akan dengan sangat mudahnya merusak moral bangsa kita.


Sumber :
http://www.liputan6.com, diakses 17 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar